Wacana Kampus Kelola Tambang, GMNI: Mengancam Tujuan Pendidikan

by

in

Surabaya – Ketua DPD GMNI Jawa Timur Hendra Prayogi menolak wacana pemberian izin pengelolaan tambang kepada perguruan tinggi. Ia menjelaskan, hal ini bertentangan dengan tujuan utama pendidikan yang tercantum dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi.
“Perguruan tinggi didirikan untuk pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Pengelolaan tambang bukan bagian dari misi tersebut, malah bisa mengancam tujuan pendidikan,” kata Hendra, Rabu (29/1/2025).

Sebelumnya, seluruh fraksi di Baleg DPR menyetujui RUU Perubahan Keempat UU No 4/2009 tentang Mineral untuk dibahas lebih lanjut. Hendra menilai RUU yang memungkinkan kampus mengelola Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) Mineral Logam atau Batubara itu disusun terburu-buru.

“Draf Pasal 51A yang mengatur pemberian WIUP kepada kampus dengan mempertimbangkan luas wilayah dan status akreditasi kampus disusun dengan waktu singkat,” jelasnya.

Hendra mengingatkan tujuan perguruan tinggi adalah mencetak cendekiawan. Sebagai lembaga independen, kampus tidak boleh terkooptasi oleh kepentingan tertentu akibat izin usaha tambang.

“Kampus harus tetap independen untuk mencetak cendekia bangsa, bukan terjebak pada kepentingan segelintir orang,” ujar Hendra.

Menurut Hendra, kebijakan ini berpotensi membuat kampus terlalu fokus pada keuntungan finansial dan mengabaikan prinsip pendidikan dan keberlanjutan.

“Harus ada kajian mendalam tentang dampaknya. Jangan sampai kebijakan ini membuat kampus lebih mengutamakan bisnis daripada pendidikan itu sendiri,” ungkapnya.

Hendra juga menyoroti potensi dilema etis. Industri tambang, yang sering merusak lingkungan, bisa mengurangi independensi kampus.

“Industri ekstraktif tambang telah terbukti merusak lingkungan. Jika kampus terlibat, bagaimana mereka bisa tetap kritis terhadap kebijakan pemerintah yang salah?” jelasnya.

Ia juga mengkritik revisi UU Minerba yang dinilai mengandung kerancuan hukum, dengan beberapa pasal tampak seperti “penyusupan aturan” dari peraturan pemerintah.

“Payung hukum yang lebih rendah digunakan untuk mengakomodasi kepentingan tertentu melalui revisi undang-undang,” tambahnya.

Meskipun RUU ini telah disetujui di Baleg DPR, Hendra mengajak masyarakat, khususnya akademisi dan mahasiswa, untuk menolak kebijakan ini dan memastikan keberpihakan pada pendidikan berkelanjutan dan berintegritas.

Recent Posts