Jakarta, Gmni.or.id – Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) menolak rencana kebijakan impor beras 1 juta ton dan impor pangan lainnya. GMNI menilai kebijakan itu ngawur dan bikin sengasar petani.
“Rencana pemerintah untuk impor beras sebanyak 1 juta ton disaat akan memasuki masa panen akan menyengsarakan petani lokal. Harga jual beras di tingkat petani akan jatuh, dan bahkan kemungkinan tidak terserap. Saya menyesalkan sikap pemerintah yang tidak berpihak kepada petani. Ini kebijakan yang ngawur”, kata Ketua Umum DPP GMNI, Imanuel Cahyadi, Jumat (19/3/2021).
Imanuel menyebut kabar yang disampaikan pihak Bulog, bahwa stok impor beras yang dikelola Bulog bahkan belum tersalurkan seluruhnya. Kini, rencana impor beras malah datang.
“Ini menandakan dua hal. Pertama, ada yang salah dengan logika pemerintah. Disaat kita masih punya stok impor, tapi masih memaksakan ingin impor. Kedua, tidak adanya koordinasi antara pemerintah dengan Bulog. Ini menunjukkan terjadi permasalahan serius dalam kebijakan impor beras kita”, beber Imanuel.
GMNI menekankan soal konsep kedaulatan pangan yang dimiliki Indonesia. Sudah seharusnya Indonesia menghentikan kebijakan impor yang hanya menguntungkan para pemburu rente.
Dia menengarai, rencana impor beras dan impor bahan pangan lainnya adalah dampa dari UU Omnibus Law Cipita Kerja. Nantinya, Imanuel memprediksi, bakal terus ada rencana-rencana impor lainnya yang akan menyusul. Rencana impor tidak terbatas pada beras saja, namun juga termasuk gula, daging, garam, dan kebutuhan pokok lainnya.
“DPP GMNI akan mengistruksikan kepada semua kadernya di seluruh wilayah Indonesia turun ke jalan menolak kebijakan impor pangan yang menyengsarakan rakyat kecil. GMNI akan selalu menjadi suluh perjuangan yang membela kepentingan rakyat kecil, kepentingannya Kaum Marhaen”, tegas Imanuel.
Soal rencana impor beras, sebagaimana diberitakan detikcom, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengungkapkan cadangan atau stok beras di Perum Bulog saat ini adalah yang terendah sepanjang sejarah. Sampai Maret ini, menurut Lutfi, stok beras di Perum Bulog tak mencapai 500.000 ton. Padahal, seharusnya di Perum Bulog itu tersedia stok antara 1-1,5 juta ton beras setiap tahunnya.
“Ini adalah salah satu kondisi stok terendah dalam sejarah Bulog,” ujar Lutfi dalam konferensi pers virtual, Jumat (19/3/2021).
Sampai saat ini pun, Bulog baru mampu menyerap sekitar 85.000 ton beras dari hasil panen raya. Padahal seharusnya, Bulog harus bisa menyetok 400.000-500.000 ton beras untuk mencapai standar stok ideal 1 juta ton tadi.
Namun, data Lutfi tersebut berbeda dengan Perum Bulog. Menurut Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso atau yang akrab disapa Buwas, stok beras Bulog per 14 Maret sudah mencapai 883.585 ton yang terdiri dari beras Cadangan Beras Pemerintah (CBP) sebanyak 859.877 ton dan beras komersial sebanyak 23.708 ton.
Bulog juga masih memiliki stok beras impor dari 2018 lalu. Adapun dari total pengadaan sebanyak 1.785.450 ton beras, masih tersisa 275.811 ton beras belum tersalurkan. Dari jumlah tersebut, 106.642 ton di antaranya merupakan beras turun mutu. Buwas bahkan optimis Bulog dapat menyerap sebanyak 390.800 ton beras CBP dari masa panen raya ini.
Artinya, setelah panen raya, stok CBP Bulog pada akhir April, bisa di atas 1 juta ton beras dan jumlah itu sudah memenuhi CBP per tahun, sehingga tidak diperlukan lagi importasi beras. Buwas memprediksi, Indonesia tak butuh impor beras pada tahun ini.