Oleh : Bung Aprianus Amfotis ( Anggota GMNI Kefamenanu)
Sebuah ulasan menyoal Pembebasan Narapidana ditengah pandemi covid-19.
Pandemi covid-19 yang kian meresahkan dan mengglobal saat ini awal mulanya ditemukan di negri China tepatnya di wuhan. Penularan wabah ini sangatlah cepat hingga menguasai hampir seluruh negara di belahan dunia.
Namun hingga saat ini pun belum ada satu negara yang mampu menemukan obat demi sebagai penyembuh wabah berbahaya ini. Negara Indonesia pun tidak luput dari penyebaran covid-19.
Pada tanggal 02 Maret 2020 Indonesia juga dinyatakan sebagai salah satu negara yang positif terjangkit wabah covid-19.
Hingga saat ini penderita covid-19 yang dinyatakan positif sebanyak 1986, dengan 134 yang berhasil disembuhkan dan 181 dinyatakan meninggal dunia sesuai dari sumber covid19.go.id. Dalam menyikapi hal ini pemerintah menerapkan kebijakan social distancing guna menghambat atau memutuskan rantai penularan wabah covid-19.
Dengan diterapkannya physical distancing yaitu segala aktifitas masyarakat hanya dapat dikerjakan di rumah saja melalui sistem daring atau Work From Home ( WFH ). Namun yang terjadi sampai saat ini adalah belum secara efektif kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, dimana masih banyak warga masyarakat yang masih melakukan aktifitasnya diluar rumah.
Tentunya ini berpotensi pada penularan covid-19 yang begitu cepat. Untuk itu, pemerintah seharusnya lebih tegas lagi dalam menyikapi kebijakan ini hingga ke pelosok daerah yang di Indonesia demi terciptanya kenyamanan dan keamanan bagi setiap warga Indonesia.

Ditengah pandemi global yang kian menakutkan, Kementerian Hukum dan HAM sendiri telah mengeluarkan peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 10 tahun 2020 dan Keputusan Kemenkumham No.19/PK/01/04/2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui asimilasi dan integrasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran covid-19.
Atas rujukan itu maka para napi akan segera dibebaskan dengan alasan tempat penginapan yang bagi para napi tersebut yang berdesakan sehingga memudahkan menularnya covid-19 secara cepat dalam lapas.
Juga atas pertimbangan kemanusiaan maka para narapidana harus segera dibebaskan. Kebijakan ini tentunya menuai beberapa pertanyaan yang seharusnya dipikirkan oleh pemerintah. Yang pertama ialah apakah hanya alasan sederhana tersebut para napi koruptor dapat dibebaskan, sedangkan diketahui bersama bahwa yang namanya seorang tahanan tentunya melakukan segala aktifitasnya dalam ruangan tahanan? dan apakah selama ini para napi sering dibebaskan bepergian keluar lapas pasca pandemi covid-19? Tentunya kebijakan itu dapat menyebabkan ketimpangan sosial ditengah masyarakat dalam ketegangan menghadapi wabah covid-19.

Seharusnya yang dilakukan pemerintah terhadap para narapidana ialah melakukan pengawasan secara intens dan efektif. Dengan pengawasan yang ketat dan efektif terhadap para narapidana dan juga kunjungan dari sanak saudara para napi tentunya tidak akan memudahkan menularnya wabah covid-19.
Mengingat para napi koruptor yang mempunyai ruangan tahanan serba mewah sangatlah tidak mungkin alasan berdesakan dijadikan patokan untuk pembebasan para napi koruptor.
Pemerintah seharusnya lebih kritis lagi dalam menyikapi kebijakan ini demi menghindari berbagai polemik yang akan muncul ditengah masyarakat. Sangat disayangkan jika hari ini emrintah menjadikan alasan wabah covid-19 sebagai alasan yang fundamental untuk memberikan para napi koruptor menghirup udara segar diluar.