Rugikan Nelayan Indonesia, DPP GMNI Minta Pemerintah & DPR Hentikan Pembahasan RUU Omnibus Law
Ketua Bidang Jaringan Buruh, Tani, dan Nelayan DPP GMNI (Foto:Istimewa)

Rugikan Nelayan Indonesia, DPP GMNI Minta Pemerintah & DPR Hentikan Pembahasan RUU Omnibus Law

Tanggal 6 April 2020 adalah hari Nelayan Nasional, pada momentum ini seharusnya pemerintah dapat hadir di tengah-tengah keterpurukan nelayan akibat terdampak pandemi Covid-19 yang cenderung semakin masif.

Tetapi hal itu hanya mimpi belaka karena lagi-lagi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia seolah tak peduli dengan keselamatan rakyat ditengah pandemik Covid-19.

Melalui badan legislasi yang dihadiri lebih dari 300 anggota mereka tetap meneruskan proyek pembentukan RUU omnibuslaw yang nantinya justru akan semakin berdampak bagi keberlangsungan hidup masyarakat utamanya kaum nelayan.

Baca Juga :
Rilis Pernyataan Sikap DPP GMNI Mengenai Omnibus Law Cipta Kerja

Ketua Bidang Jaringan Buruh, Tani dan Nelayan DPP GMNI Bung Marianus Rawa Tamba  menganggap bahwa, dengan kejadian seperti ini DPR RI  telah mati rasa menjalankan amanah rakyat dan undang – undang 1945 tentang bagaimana menjamin keselamatan Bangsa. Seharusnya begara dapat hadir untuk membantu memecahkan permasalahan ekonomi yang saat ini dihadapi ditambah lagi wabah Covid-19 yang juga tak kunjung berakhir, Selasa (07/04/2020).

Padahal ditengah keadaan pandemi covid-19 seperti ini semestinya DPR RI tetap fokus dalam mewujudkan kebijakan dan langkah kongrkitnya terkait bagaimana cara negara menanggulangi dampak kesehatan serta perekonomian yang beberapa pengamat nilai dalam waktu 2 sampai 4 bulan kedepan Indonesia akan mengalami berbagai Krisis dampak dari adanya wabah covid-19.

Baca Juga :
Pernyataan DPP GMNI Bidang Jaringan Buruh, Tani dan Nelayan

“Oleh sebab itu DPP GMNI dengan tegas menolak pembahasan Omnibus law ditengah situasi negara yang sedang diserang wabah Covid-19 ini. Dengan demikian maka DPP GMNI menilai tingkah parlemen dapat menyakiti hati rakyat terutama nelayan,” Tegas Bung Ari.

Indonesia sangat kaya akan potensi sumber daya alam serta sumber daya laut, akan tetapi sampai dengan sejauh ini Indonesia masih belum mencapai swasembada karena masih ada persoalan impor dan ekspor yang belum selesai.

Misalnya di bidang pembangunan ekonomi maritim ekspor ikan Tuna, ikan Cakalang dan ikan Tongkol presentasenya pada tahun 2019 mencapai 13,5% di bandingkan tahun 2018 yang hanya mencapai 10,16%. Tetapi kondisi ini hanya tertulis indah tanpa dirasakan.

Baca Juga :
Merevitalisasi Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Hukum

Sejalan dengan hal ini dikataan Bung Ari sapaan akrabnya, adanya Omnibus Law malah makin mecekik nasib para nelayan yaitu dengan dibukanya kran besar – besaran impor ikan dari luar negeri, padahal bangsa Indonesia adalah negara maritim yang kaya akan sumber daya lautnya.

“Selain itu pemerintah dianggap tidak serius mewujudkan supremasi hukum terlihat dengan adanya usulan revisi pada pasal 37, pasal 38 dan pasal 74 Undang – undang nomor 17 tahun 2016 tentang perlindungan dan pemberdayaan nelayan.  Pembudidaya ikan, petambak garam dimana frasa pelarangan dan sanksi administrasi bagi orang yang melakukan impor harusnya dihapuskan,” ujar Bung Ari.

Baca Juga :
Omnibus Law Karpet Merah Bagi Kapitalis

RUU Omnibuslaw menyebabkan kemiskinan secara tersistematis dan terstruktur yang terjadi terhadap rakyat Indonesia dan  terutama nelayan. Sebagai langkah konkret DPP GMNI sebagai berikut ;

  1. Mendesak Parlemen Menghentikan Pembahasan RUU Omnibus Law ditengah kondisi bangsa yang sedang menghadapi wabah Covid19.
  2. Menuntut pemerintah bersikap adil kepada rakyat terutama nelayan yang terancam mata pencaharian akibat covid 19.
  3. Menuntut pemerintah menjamin kesejahteraan nelayan berdasarkan U U nomor 7 tahun 2016 tentang  pemberdayaan dan perlindungan nelayan.
  4. DPP GMNI dengan tegas menolak Omnibus Law.

Fitrah

Kepala Badan Bidang Informasi Dan Komunikasi DPP GMNI

Leave a Reply